Sunday, July 3, 2016

Sedikit Belajar Dari Karya Eka Kurniawan

Beberapa tahun kebelakang mungkin kalangan mainstream nan hitz Indonesia belum terlalu mengenal sosok Eka Kurniawan. Meskipun cerpen-cerpennya sudah sering dimuat di beberapa media seperti Kompas, Tempo, Media Indonesia, Esquire dan sempat juga dimuat di majalah Playboy. Barulah beberapa bulan yang lalu (saya lupa tepatnya bulan apa) muncul tautan mengenai berita tentang salah satu novel Eka Kurniawan yang bertajuk "Cantik Itu Luka" yang diterjemahkan ke beberapa bahasa, dan tautan ini banyak dishare oleh orang-orang di media sosial terutama di facebook. Sudah pasti berita ini sedikit mengguncang dunia kalangan mainstream nan hitz Indonesia, karena ada bau go internasional pada berita tersebut, dan hal-hal yang berbau go internasional memang sangat digandrungi pada masa ini.

Oke kita stop nyinyirnya sampe disini. Sekarang saya akan sedikit bercerita awal saya berkenalan dengan karya Eka Kurniawan. Pernah suatu kali di toko buku saya terkesima dengan buku "Cantik Itu Luka", ya…. karena cover-nya yang aduhai dan agak sedikit gimana gituh yah (gak tega mau ngomong norak) dan dengan nama penulis yang gak komersil (duh maaf yah, iyah memang saya suka agak tolol mengani hal yg satu itu), kemudian saya tidak menyentuh buku tersebut.
Beberapa minggu setelah itu barulah seorang teman yang bisa dipercaya mengenai perbukuan menyarankan saya untuk membaca Cantik Itu Luka, karena saya percaya dia (dan tentunya masih percaya Tuhan) beberapa hari setelah itu saya membaca "Cantik Itu Luka". Dan saya suka sekali dengan "Cantik Itu Luka".
Saya tidak tahu buku bagus itu yang seperti apa, tapi saya tahu buku yang saya suka yang seperti apa. Dan sekali lagi saya bilang, saya suka "Cantik Itu Luka" (kejadian ini berlangsung sebelum banyaknya kalangan mainstream nan hitz Indonesia share berita tentang Eka Kurniawan dan Cantik Itu Luka di media sosial. Tetep biar kelihatan lebih duluan dan gak ikut arus *ternyata nyinyirnya belum stop*)

Setelah itu saya penasaran dengan karya Eka Kurniawan yang lain, kemudian saya membaca "Lelaki Harimau" dan "Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas" (dan kedua buku itu masih dengan cover yang agak gimana gituh yah). Dan ternyata lagi-lagi saya gak tau itu buku bagus atau bukan, tapi saya tahu  itu buku yang saya suka.

Setelah beredar berita tentang ke-go internasional-an Eka Kurniawan, kemudian munculah novel baru nya yang berjudul “O” (ini pinter banget deh penerbitnya, ngeluarin buku disaat yang tepat). Tak ingin ketinggalan, saya langsung melahapnya hanya dalah hitungan hari, dan lagi-lagi saya tidak tahu buku ini bagus atau tidak, tapi saya sangat yakin bahwa “O” adalah buku yang sangat saya suka.

Dengan tokoh utama seekor monyet, dan ada banyak cerita dengan tokoh binatang seperti anjing, tikus, buaya, burung, babi, dengan sisipan kritik sosial dan sarkasme yang indah, itu mebuat saya jatuh cinta kepada “O”
Satu hal yang sangat saya kagumi dari buku “O” ini, Eka Kurniawan selalu menjelaskan latar belakang yang beragam dan mengejutkan dari setiap tindakan tokoh-tokohnya. Dan di jaman sekarang dengan godaan menghakimi orang yang sangat deras seperti air susu dari seorang ibu yang baru melahirkan, karya Eka Kurniawan ini mampu menyadarkan saya untuk berpikir beberapa kali lagi ketika akan menghakimi orang. Jika kita tidak mengetahui alasan mereka, dan tidak bisa memandang dari sudut pandang mereka, maka janganlah kita tergoda untuk menghakimi orang lain.

Sekali lagi saya bilang, saya tidak tahu buku bagus itu seperti apa, tapi saya tahu buku “O” ini adalah buku yang saya suka. Dan dibandingkan dengan "Cantik Itu Luka", "Lelaki Harimau" dan "Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas", cover “O” jauh lebih kece.
Memang saya sering khilaf melihat buku dari covernya *tobat*

Wednesday, March 25, 2015

masih maen facebook?


“hari gini masih maen facebook? klo gw sih udah gak pernah buka facebook”. kalimat tersebut sering sekali diucapkan banyak orang (heitz) akhir-akhir ini. tapi ya beginilah hukum (sosmed) alam, mati hidup nya sebuah tren ditentukan oleh orang-orang (heitz). segala sesuatu yang sudah dapat dinikmati sampai kalangan bawah, maka akan dianggap cupu.

saya masih main facebook, karena selain ada pekerjaan saya yang berhubungan dengan facebook (dan saya mendapatkan uang dari pekerjaan itu), juga ada beberapa inspirasi yang saya temukan di facebook.

misalnya akun Humans of New York yang setiap kali saya lihat fotonya dan saya baca caption-nya membuat saya merinding. atau akun Small House Swoon yang menampilkan rumah-rumah kecil nan fungsional, yang membuat saya menjadi percaya diri untuk tidak menyicil rumah lewat KPR.

tapi ada banyak hal menyebalkan juga di facebook. misalnya bermunculan foto-foto jijik dan menyeramkan yang banyak di-sahre orang sehingga membuat foto-foto tersebut selalu muncul. atau berita-berita politik yang sering muncul karena lagi-lagi di-share banyak orang, dan berita nya selalu dari sudut pandang (negatif) yang itu-itu saja.

tapi ya begitulah, semua hal pasti mempunyai 2 sisi, maka kita harus punya kemampuan untuk memilih sisi mana yang harus kita amati.

Wednesday, October 22, 2014

apresiasi

Ahaaaa... salah satu foto hitam putih saya mejeng di "The Photographers Society". Seneng banget, karena sudah sebulan lebih saya gak hunting foto dan gak posting foto di tumblr, pas kemarin posting lumayan banyak yang suka. Apalagi sampai di reblog dan mejeng di "The Photographers Society" karena yang bisa mejeng disini tentunya foto-foto yang kece dari beberap pe-moto amatir di beberapa negara.

Yang bikin seneng lagi, ketika baca caption yang ditulis admin nya, sangat apresiatif.
Kalau boleh jujur kenapa saya sangat suka bermain tumblr, dan kurang lebih 98% baik akun yang saya follow maupun akun yang mem-follow saya dari luar indonesia, karena alasan "apresiasi".

Ngerasa gak sih.... kalau dapet apresiasi dari orang-orang se-bangsa dan se-negara itu jauh lebih susah? Kalau saya ngerasa banget.

Orang-orang luar bisa dengan mudah nya nulis komentar-komentar kece pada foto yang saya posting, padahal kenal juga tidak.
Kalau orang-orang Indo? ya.... gitu deh....
Kalau lo bukan selebtweet, kalau lo bukan seleb instagram, kalau lo bukan salah satu bagian dari komunitas hitz, jangan harap deh...., dapet like lebih dari 5 ajah udah syukur, belum lagi 5 like itu cuma basa basi ajah.

Apakah hal seperti ini bisa dikatakan budaya? Mungkin saja disadari atau tidak, memang dari kecil anak-anak Indonesia jarang diajarkan tentang apresiasi.
Jadi inget dulu pas pelajaran PPKn, yang dibahas kan pasti seputaran toleransi, lapang dada, musyawarah mufakat dan kata-kata sifat lain nya yang sangat terpuji. Dan belajarnya pun dengan menghafal definisi dari kata-kata sifat tersebut, gak ada praktek nya. Hasilnya....? ya bisa dirasain sendiri.

Sebenarnya untuk belajar tentang apresiasi di jaman sekarang ini mudah. Dengan gencar nya orang-orang berkegiatan di media sosial, pasti ada segelintir orang yang mampu mem-posting sesuatu yang bagus dan berkualitas, nah cobalah kita latihan meng-apresiasi minimal dengan nge-like

Sunday, September 21, 2014

diy - kemasan dari koran bekas


buat umat pecinta craft dan doyan ber-hasta karya kemunculan pinterest di ranah media sosial merupakan salah satu keajaiban dunia.
bagaimana tidak, di pinterest terdapat inspirasi craft tiada batas, dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit.

pengen nya ketika nemuin craft yang keren di pinteres, kita gak cuma nge-pin doang, tapi pengen juga membuatnya....., tapi.... ya gituh lah.... klo niatnya belom bulet suka susah.

sampe akhirnya, kemarin saya kesulitan menemukan kemasan atau kantong plastik / kertas bagus buat ngasihin barang.
trus keingetan pernah liat di pinterest kemasan dari koran bekas, yaudah di coba ajah bikin.... dan hasil nya seperti ini 


sebenernya, membuat kemasan dari bahan-bahan yang sudah tidak terpakai seperti koran bekas ini, bisa juga sedikit mengurangi sampah plastik, lumayan bisa sedikit berpartisipasi dalam upaya menyelamatkan bumi *eciiiieeeeh*

Monday, September 8, 2014

pertemuan



Adakah di dunia ini pertemuan yang tidak disengaja....
Adakah di dunia ini pertemuan tanpa alasan....

Atau mungkin semua pertemuan itu tidak disengaja,
hanya saja kita sendiri yang selanjutnya menetapkan pertemuan itu menjadi hanya kebetulan saja, keberuntungan, kerugian, atau suatu pertemuan yang tepat.
Segala sesuatu akan menjadi apapun yang kita inginkan, tergantung campur tangan kita.

Jika kita mencampur pertemuan itu dengan dengan kecurigaan dan ketakutan, maka jadilah itu pertemuan yang merugikan.
Jika kita mencampur pertemuan itu dengan keyakinan dan kebahagiaan, maka jadilah itu pertemuan yang menguntungkan.
Jika kita tak mencampur apapun pada pertemuan itu, maka jadilah itu pertemuan hambar yang sering orang bilang selewat saja.

Lantas, manakah yang bisa dibilang pertemuan yang tepat?
Mungkin semua pertemuan akan menjadi tepat, tergantung pada yang kita lakukan setelah pertemuan itu.

Pertemuan yang merugikan akan menjadi tepat, jika kita bisa belajar dan mengambil hikmah darinya.
Pertemuan yang menguntungkan akan manjadi tepat, jika kita bisa memeliharanya.
Pertemuan yang selewat saja bisa menjadi tepat jika kita tetap mebiarkannya begitu saja.

Berharap pertemuan kita menjadi pertemuan yang membahagiakan, maka aku ingin memelihara pertemuan ini.
Memang benar pada awalnya tak hanya keyakinan dan kebahagiaan yang menyertai pertemuan ini, tapi aku bahkan kamu pun menaruh kecurigaan dan ketakutan.
Tapi seperti yang aku bilang.... yang menetukan pertemuan ini adalah perilaku kita setelahnya.
Aku memutuskan untuk memelihara pertemuan ini, karena aku hanya peduli pada hal-hal yang meyakinkan dan membahagiakan.
Maka aku sebut ini pertemuan yang tepat.