Suatu sore di hari kamis wage 21 warsa silam, seorang lelaki menyematkan
sebuah harapan mulia terhadap satu sel sperma paling tangguh, yang berhasil
bersemayam selama 9 candra di rahim seorang perempuan yang kepadanya dia yakin
mencinta bukan hanya karena nafsu semata.
Senja di kamis wage 21 warsa silam, mahluk kecil itu merasa kesabarannya
sudah mencapai batas, dia ingin segera keluar melihat cahaya bumi. Mahluk kecil
itu disambut oleh senja yang meminta lembayung sejenak menebar terang. Tetapi
sesaat saja mahluk kecil itu menikmati terang, karena selanjutnya hanya
terlihat gelap sepanjang malam.
Magrib di kamis wage 21 warsa silam, lelaki itu mengulang kumandang
adzan, maka magrib itu ada 2 kali adzan, yang pertama adzan menyambut shalat
magrib, yang kedua adzan menyambut mahluk kecil yang sedang kebingungan karena
lembayung yang sempat dia lihat menghilang berganti gelap.
Malam di kamis wage 21 warsa silam, lelaki itu menyebut dirinya ayah,
memanggil perempuan yang kepadanya dia yakin mencinta bukan hanya karena nafsu
semata dengan sebutan ibu. Lalu dia berpikir sebutan apa yang hendak dia buat
untuk mahluk kecil yang sedang kebingungan ini.
Kemudian lelaki yang menyebut dirinya ayah ingat mengenai petuah dari sang
guru ngaji dulu ketika dirinya masih remaja. Sang guru ngaji pernah berkata “Manusia
itu kebutuhannya sedikit dan seringkali keinginanya banyak. Itu yang sering
membuat manusia celaka”.
Sang ayah tak ingin mahluk kecil kesayangannya ini menjadi celaka, maka
sang mahluk kecil ini harus tetap diingatkan untuk selalu menyadari yang mana
kebutuhan dan yang mana keinginan. Dan dia akan selalu mengingatkan mahluk
kecil kesayangannya supaya senantiasa bersikap wajar dan apa adanya, dalam
pemikiran, perkataan dan perbuatan.
Sang ayah ingin menyematkan harapan itu kepada mahluk kecil
kesayangannya yang kelak akan terus bertumbuh. Maka sebagai lambang harapan itu,
dipilihlah sebuah nama untuk mahluk kecil kesayangannya, sebuah nama yang akan
senantiasa menjaga harapan sang ayah kepada anaknya.
Dini hari di jum’at kliwon 21 warsa silam, sang ayah menatap kemudian
mengusap pipi sebelah kiri mahluk kecil dengan punggung telunjuknya
perlahan-lahan, berulang-ulang, keatas dan kebawah, sambil memanggil mahluk
kecil itu dengan nama Lugas.
3 comments:
ehh, aeluro udah jadi ayah sejak 21 tahun yang lalu, yah :D
waahh, selamat yah...
*sumpah ini tulisan yang paling gak gw ngerti dari semua tulisan lo* :p
apasih lo....., iyalah lo gak akan ngerti. yg akan ngerti tulisan ini cuma orang2 yang TA nya udah lulus
Yaahh... padahal gw kan udah lulus, wahai Aa' aeluro :D
Sebelum lebaran kemaren tepatnya
gw sujud syukur buat ini ^_^
eh eh eh... gw kan mau daftar wisuda nih, yah.
Terusss.. Tau gak, ternyata di situs buat daftar wisuda itu ada foto seseorang yang pastinya pernah lo kenal... hehehe...
maaf yah, ngungkit2 masa lalu :p
Post a Comment