Tuesday, July 17, 2012

demi sebuah gelar

gambar asli diambil dari : http://sofie05.wordpress.com/2010/07/28/makna-dari-toga/


Setiap pagi sebelum berangkat kerja adalah waktu ngobrol yang paling efektif dengan ibu saya. Ibu saya selalu cerita banyak hal, dan pagi ini dia cerita kalau kemarin ada tukang jualan madu dari Cisewu. Sebagai informasi Cisewu adalah perbatasan antara Pangalengan dan Garut, jadi bisa kebayang dong jauhnya segimana.
Si bapak tukang  jualan madu ini kalau mau berjualan berangkat dari Cisewu pukul 01.00 dini hari. Si bapak ini bela-belain jualan madu demi menyekolahkan dua orang anaknya di perguruan tinggi. Kasih sayang orang tua tiada tara, apaun rela mereka lakukan demi kehidupan anak-anaknya yang lebih baik. Terharu kan mendengar ceritanya.

Kemudian muncul pertanyaan, mengapa si bapak penjual madu ini memilih untuk menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi demi kehidupan mereka yang lebih baik. Apakah ini memang cita-cita anaknya, atau obsesi dari orangtuanya? Mudah-mudahan ini adalah cita-cita anaknya yang didukung oleh orangtuanya. Apapun cita-cita kita kalau dikejar sungguh-sungguh dan mendapat restu orangtua pasti akan tercapai.

Sebenernya bukan mengenai cara menggapai cita-cita yang mau dibahas kali ini. Tapi mau ngomongin keinginan banyak orang untuk masuk perguruan tinggi. Gak cuma anak yang baru lulus SMA saja yang ingin masuk perguruan tinggi, mereka yang sudah bekerja-pun banyak yang memutskan untuk kembali berkuliah. Misalnya PNS akan bela-belain ikut kelas karyawan sepulang mereka bekerja. Demi apa mereka melakukannya? Semata-mata bukan untuk menambah wawasan, ilmu atau apalah hal-hal yang ideal, tapi kebanyakan dari mereka demi mendapatkan gelar sarjana entah itu S1 atau S2 yang tentunya akan memperlancar mereka untuk naik jabatan / golongan dan tentunya naik gaji.
Nah apakah hal itu bisa dikatakan tujuan berkuliah yang benar? Ya…., tau sendiri lah jawabannya.

Coba tengok kolom lowongan pekerjaan di surat kabar, atau pengumuman rekruitmen di internet, lebih dari 50% menetapkan syarat bergelar sarjana. Bahkan untuk beberapa jabatan,  tidak dihiraukan lulusan dari disiplin ilmu apa, pokoknya yang penting sarjana titik. Urusan keahlian yaaaah…., itu mah bisa diasah kali ya….
Untuk yang bukan sarjana hal ini pasti membuat gondok, dan untuk yang belum sarjana tentunya memotivasi mereka untuk mendapatkan gelar sarjana. Hal ini juga memicu banyaknya bermunculan perguruan tinggi baru yang menawarkan jaminan dapat mendapatkan gelar sarjana dalam kurun waktu 3 tahun dengan biaya yang super hemat. Siapa sih yang gak tergiur oleh tawaran tersebut.

Nah…., ngerti kan maksud tulisan ini mau ngomongin apa.
Kalau kita lihat lebih cermat lagi, tujuan orang saat ini belajar di perguruan tinggi bukan hanya untuk mendapatkan ilmu yang mereka dambakan sesuai dengan passion mereka, tapi untuk……. (silahkan diisi sendiri)
Sah-sah aja sih, apapun alesan tiap orang masuk perguruan tinggi, toh setiap orang punya cara masing-masing untuk mencapai cita-citanya.

Satu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, di Indonesia atau mungkin di negara manapun, gelar sangat berpengaruh. Orang tua akan sangat bangga ketika anaknya menyandang gelar sarjana. Tidak sedikit orang tua yang berharap setelah mendapat gelar sarjana anaknya akan bekerja  “kantoran” . Orang akan lebih “hormat” kepada mereka yang menyandang “gelar”. Nah ini juga alesan para orang tua bela-belain buat menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi

Eh tapi yah, kok saya jadi kepikiran, mungkin kelak kita akan kehilangan generasi  yang ahli di pekerjaan yang tidak diajarkan di bangku kuliah. Misalkan ahli sol sepatu, ahli gali sumur, ahli panjat pohon kelapa dll
Dan mungkin si bapak penjual madu-pun tidak akan punya generasi penerus. Tapi saya yakin si bapak penjual madu akan sangat senang akan hal ini. Jika semuanya bisa menjadi senang dengan bersekolah di perguruan tinggi, gak ada salahnya juga kan....

0 comments:

Post a Comment